Senin, 15 September 2008

Menguntit Cerita dalam Jejak Ramadhan, Sebuah Fenomena Kenaikan Harga Yang Selalu Berulang

Menguntit Cerita dalam Jejak Ramadhan, Sebuah Fenomena Kenaikan Harga Yang Selalu Berulang

Menjelang Idul Fitri, sudah seperti biasanya kegelisahan masyarakat terus meningkat, mengingat pada masa-masa seperti ini berbagai harga kebutuhan merangkak naik seiring dengan meningkatnya konsumsi publik, entah itu konsumsi yang bersifat primer, sekunder maupun tersier, bukan hal baru lagi kalau dalam bulan Ramadhan naik. Tidak bisa kita pungkiri, seberapapun kekuatan pemerintah dalam mencengkram pengaturan harga berbagai komoditi, tidak bakal mampu mengerem kekuatan permintaan pasar, sehingga inilah yang mengakibatkan kecenderungan harga pasar bergejolak bagai mortir menghantam masyarakat. Siapa yang peduli ? Orang yang kerja dan masih memungkinkan mendapat income dari sisi lainpun teriak, ketika kenaikan harga merajalela, lalu Bagaimana yang nganggur ? alias tidak kerja secara total, mudah-mudahan untuk kalangan yang satu ini tidak sampai sekarat. Mengingat belum ada undang-undang atau sejenis peraturan di negeri kita yang melindungi hidup kaum ini, makan atau tidak kelompok ini, bukan urusan pemerintah. Sebegitu sadiskah ? kenyataannya memang demikian, realitas ini dapat kita lihat diberbagai penjuru tanah negeri ini.
Tapi kita juga harus cukup bersyukur, karena sebagian masyarakat kita masih mempunyai rasa empati pada masyarakat lainnya, selagi mereka masih punya sanak saudara, pasti mereka bisa makan, terkecuali kalau mereka tidak punya sanak saudara dan tidak bisa diterima dalam komunitas kaum yatim-piatu, tentu adalah soal lain lagi. Dunia memang begitu keras, sehingga sudah sewajarnya kita juga harus bekerja keras. Namun kita jangan salah dalam menafsirkan istilah "Bekerja Keras" karena Bekerja Keras bukan berarti Bekerja Dengan kekerasan (sering kali orang justru mengartikan bekerja keras adalah melakukan pekerjaan dengan kekerasan).

Ada satu cerita yang aku sendiri alami (Menurutku ini juga merupakan upaya Bekerja Keras), seorang nenek renta yang mengais rejeki sebagai peminta-minta (pengemis orang bilang) di salah satu Jalan Besar pinggiran kota Bandung, di tengah terik matahari bulan ramadhan Ia tetap melakukannya, Ia memang sudah terbiasakan dengan cuaca bagaimanapun terjadi. Setiap Ramadhan Ia (Nenek) pasti berada di sini. Namun Ramdhan tahun ini aku sudah tidak melihatnya lagi, entah kemana gerangan, sudah kaya-kah?, Pindah tempatkah?, Beralih profesikah?, Sungguh aku tidak bisa mendapatkan informasinya. Kalau saya amati memang komunitas GEPENG di tempat ini sudah berubah, Tahun ini jumlah anak-anak di bawah umur jauh makin banyak, entah mengapa setipa mendekati lebaran Lonjakan GEPENG selalu meningkat. Kalau kita amati, hampir semua kota mengalami lonjakan ini, barangkali inilah yang orang sebut sebagai pengemis musiman (pemerintah menyebutnya sebagai GEPENG /gelandangan dan pengemis).
Ya, saya masih ingat di Ramadhan tahun lalu saya sempat bercengkerama dengan si nenek, ketika sang nenek terserempet sepeda motor seorang pemuda tanggung yang tidak bertanggungjawab menerobos lampu merah, si nenek yang sedang melintas tersenggol stang motor sehingga Ia terpelanting agak jauh, untungnya sang cucu sudah berada di seberang jalan, teriak makian dari pengendara lain yang sedang berhenti disitupun riuh . Aku sendirir persis berada di depan si nenek, sehingga aku coba memapahnya ke pinggir jalan. Kucoba bersihkannya dengan tissue yang kebetulan ada di dalam tasku.
Disitulah awal aku tahu kalau si nenek melakukan pekerjaan meminta-minta, karena Cucunya yang ditinggal ibunya bekerja ke luar negeri tidak ada yang mengurus, Karena Ayah dari cucunya kerjanya hanya bermabuk-mabukan, sang ibunyapun belum sempat mengirim uang. Banyak cerita nenek yang mengharu biru ketika kami bercengkerama.
Memang jarak antara Indramayu ke Bandung bukanlah jarak yang dekat. Tetapi jauh bukanlah suatu halangan kata sang Nenek, karena Ia ingin membahagiakan Cucunya dengan membelikan Baju Baru di hari Lebaran nanti (walau mungkin saja cuma satu stel baju bekas).
Ramdhan tahun ini aku hanya terkenang Sang Nenek, sesaat Lampu Merah menyala, dan kulihat anak lelaki kecil berlarian menengadahkan tangan meminta belas kasihan, mendekati kendaraan-kendaraan yang berhenti.
Mudah-mudahan Nenek dan Cucunya tahun ini sudah mendapat kiriman dari Anaknya yang bekerja sebagai pembantu di luar negeri. Mudah-mudahan Saat ini Nenek tidak terpengaruh hantaman kenaikan harga Lebaran tahun ini.

Bagimanapun juga fenomena berulang pada kenaikan harga berbagai komoditi, memang tidak bisa dikuasai pemerintah 100%, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono sendiri menganggap kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang terjadi setiap menjelang Lebaran adalah sebuah kewajaran, .
"Dari dulu, setiap tahun, menjelang Lebaran memang ada kenaikan harga, khususnya sembilan bahan pokok. Namun ada juga yang tetap, di satu sisi justru ada yang turun. Kalaupun naik atau turun harganya masih wajar," kata Presiden pada wartawan saat melakukan inspeksi mendadak di salah satu Pasar
Meski mengingatkan para pedagang di pasar, untuk tidak menjual barang-barang kebutuhan pokok jauh dari harga wajar, Presiden mengatakan ia menginginkan pedagang kecil bisa memperoleh penghasilan yang makin tinggi menjelang Lebaran, "Namun, sistemnya diserahkan ke mekanisme pasar," imbuhnya.

Kejadian lain di Bandung, di pasar "Baru", Yayan (47), pemilik toko baju ‘Beauti’ mengatakan “Kan mau lebaran jadi emang harganya berbeda pak, dari sananya saja sudah Rp 75.000/potong, masak kami harus jual Rp 60.000,-? tandasnya membela diri, saat sebelum puasa memang harganya ada yang Rp 50.000,-?, begitu kilahnya (aku sendiri tidak tahu harga di tempat Ia membeli, harga baju yang kutawar yang sebenarnya berapa).

Kenaikan harga disatu sisi menguntungkan satu pihak, namun juga dapat merugikan pihak lainnya. Bagaimanapun juga ketidak pastian harga dalam bulan ramadhan menjelang lebaran pasti terjadi, dan umumnya masyarakat tetap tak berdaya. Hanya ada satu pilihan bagi masyarakat pada saat-saat seperti ini “Beli atau Tidak!, konsekuensinya urusan lain nanti!".

September, 15, 2008
thipluks@yahoo.com

Tidak ada komentar:

albaso.blogspot.com

Sedikit berbagi dan bercekerama, tidak ada maksud mendiskreditkan siapapun. Dengan tulus saya mohon maaf, jika ada kalimat yang dapat menyinggung pembaca.

Hormat saya
albaso

INDONESIA JAYA

INDONESIA JAYA
Indonesian Flag