Kamis, 24 Juli 2008

HINDARILAH PERTENGKARAN DALAM KELUARGA KARENA UANG

HINDARILAH PERTENGKARAN DALAM KELUARGA KARENA UANG

Dalam kehidupan berumah tangga memang bukan hal mudah untuk memanage keuangan secara tepat, karena semua permasalahan tidak hanya datang dari internal keluarga) sendiri. Seringkali yang menjadikan masalah pelik justru datang dari luar rumah kita. Oleh karenanya kita harus bisa mensiasatinya, pikirkanlah secara jernih, lalu diskusikan secara tenang, terbuka dan optimis. Ide dasar penyelesaian seperti ini akan lebih menampakan hasil yang baik. Seringkali perpecahan dalam keluarga disebabkan oleh masalah ini, berawal dari menyalahkan satu pihak saja, yang paling menyakitkan tentu adala pihak yang memang tidak melakukan kesalahan menjadi pihak yang dipersalahkan. Ingat kapan terjadi pertengkaran terakhir dengan pasangan Kita tentang masalah keuangan ? Mungkin beberapa hari yang lalu ? atau justru semalam ?
Pertengkaran dalam pengelolaan uang memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam berumah tangga. Salah satu contohnya adalah masalah gaji. Seberapapun besar gaji tidak akan pernah cukup, apalagi dengan sistem perekonomian kita yang dipengaruhi politik di negeri kita yang relatif sulit ditebak, defisit anggaran belanja karena biaya hidup yang terus berubah dengan kecenderungan naik, biaya pendidikan yang tinggi, beban telpon, listrik, dan BBM yang naik sering kali tidak sebanding dengan kenaikan gaji, belum lagi proses perundangannya yang sering kali telat dibahas oleh para wakil rakyat dan instansi terkait yang lamban. Kita tahu hampir tiap tahun masalah-masalah seperti ini terjadi. Dengan alasan globalisasi, ekonomi kitapun sering tergonjang-ganjing bagaikan kapas yang tersangkut di sehelai rambut tertiup angin kencang.

Kalau saja kita mau jujur seringkali tindakan-tidakan yang sebenarnya kurang bijaksana dilakukannya agar terhindar dari persolan uang ini. Kecenderungan berbuat diluar norma hukum dan agamapun acapkali terpicu oleh masalah keuangan, disamping gaya hidup hegemoni, kapitalis, dan konsumerisme makin mendominasi pola gaya hidup masyarakat kita. Uang yang diperoleh dari hal yang tidak lumrah dan tidak benar ini, di sembunyikan, yang bisa saja sebetulnya digunakan untuk hal yang baik, seperti memberikan uang kepada orangtua, saudara atau untuk hal lain, karena takut ketahuan pasangan atau malu mengatakan pada pasangan maka berbuat diluar aturan dan norma.

Dalam sebuah keluarga, masalah uang memang menjadi pembicaraan yang paling tidak romantis untuk didiskusikan dengan pasangan kita, sehingga seringkali dihindari. Orang lebih memilih untuk tidak membicarakannya dengan pasangan, daripada bertengkar karenanya.

Kata seorang ahli komunikasi yang juga pakar marketing mengatakan “Sebaiknya, jika kita saling mencintai satu sama lain, kita tidak akan bertengkar karena uang.” Menurut saya bisa saja pernyataan itu Salah !, memang benar uang tidak ada hubungannya dengan cinta, tapi seringkali sumber pertengkaran dalam keluarga berhubungan dengan masalah keuangan.

Mengelola keuangan keluarga, ibarat mengelola sebuah pesawat ber mesin ganda. Jika mesin yang satu bergerak ke depan, dan mesin yang lain salah memasang giginya, sehingga bergerak mundur/ke belakang maka pesawat pasti celaka. "Until death do us part....” begitu dalam sebuah lagu. Yakinlah bahawa kita bergerak pada arah yang sama.

Bukan hanya uang

Dari sisi financial, jika sebuah keluarga mempunyai penghasilan yang diperolehnya lebih dari satu sumber, tentu lebih menyenangkan, bahkan dapat menciptakan rasa aman, karena ketergantungan pada satu sumber teratasi, tapi apa benar ?. Karena itulah trend suami dan istri masing-masing bekerja, sudah begitu membudaya. Pada kenyataannya pasangan suami istri yang bekerja, tidak secara otomatis mampu mengatasi permasalahan keuangan keluarga yang harus dihadapinya. Karena justru seringkali timbul permasalahan baru dalam hal siapa yang bertanggung jawab mengatur pada apa, siapa yang harus membayar apa, siapa yang menabung dan investasi keluarga, apakah dari penghasilan suami atau penghasilan istri, seringkali penghasilan istri tetap jadi penghasilannya istri, haruskah hutang salah satu pasangan menjadi tanggung jawab bersama?, bagaimana jika salah satu pasangan harus kehilangan pekerjaan karena PHK atau istilah lainnya?, bagaimana jika salah satu pasangan tiba-tiba mendapat rejeki nomplok, dll, dsb.

Cara pandang Kita dalam mengelola keuangan dalam keluarga, seringkali terbentuk dari bagaimana karakter masing-masing saat masih lajang, apalagi jika karakter pribadi itu telah terbentuk sejak kecil. Saat kita dibesarkan juga akan membuat garis tegas perbedaan cara mengelola keuangan, sehingga jika dibawa dalam kehidupan berumah tangga wajar sekali membawa potensi konflik. Perbedaan secara alamiah ini memang tidak mungkin dihindari. Yang terbaik untuk dilakukan adalah tetap memberikan masing-masing pihak ruangan untuk menjadi dirinya sendirinya, namun mempunyai komitmen, menomorsatukan kepentingan keluarga diatas kepentingan pribadi.

Mengenali Kebiasaaan Pribadi

Masa pernikahan yang panjang tidak menjamin seseorang telah mengenal betul pasangannya, terutama dalam kebiasaan mengelola keuangan. Sesekali kita mungkin masih dikejutkan oleh pasangan, bahwa ternyata pasangan kita mempunyai kebiasaan pengelolaan uang yang berbeda. Seringkali kita tidak merasa nyaman dengan berbagai kondisi keuangan rumah tangga. Misalnya, salah satu dari kita mungkin masih belum terbuka untuk mengatakan jumlah penghasilan sebenarnya, bagaimana kebiasaaanya dalam membelanjakan, apakah lebih senang membayar tunai atau dengan kartu kredit, berapa jumlah hutangnya, apakah harus menanggung biaya hidup orang tua dan adik-adik atau tidak.
Kesampingkanlah rasa sungkan dan malu dalam mengkomunikasikan kebiasaan pengelolaan masing-masing, sebab ketika sudah menikah maka yang kemudian muncul adalah uang kita, bukan lagi uangmu atau uangku.
Dengan demikian penghasilan kita berdua adalah menjadi penghasilan keluarga, sehingga penggunaan penghasilan tersebut menjadikannya sebagai tanggung jawab kita berdua.

Bagaimana Melakukannya ?

Sekaranglah saatnya Kita meluangkan waktu dan duduk sejenak mendiskusikan cara terbaik dalam mengelola keuangan. Sepakati dan jalankan :

Membuat peta kondisi keuangan kita.

Pengelolaan keuangan dapat diibaratkan dengan suatu perjalanan menuju suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi. Agar kita tidak tersesat, pasti akan mencari tahu tempat tersebut dalam peta? Peta inilah yang akan membantu Kita menemukan tempat tersebut dan memperkirakan berapa lama Kita bisa sampai kesana dari posisi tempat Kita sekarang.
Misalnya jika saat ini jumlah tabungan penghasilan kita adalah masing-masing adalah Rp 2 juta per bulan, dan kemudian ingin meningkatkan jumlah tabungan yang saat ini baru Rp 10 juta menjadi Rp 22 juta tahun depan, maka Kita hasrus bisa mulai menabung Rp 1 juta perbulan sampai tahun depan. Begitu juga bila kita akan mengurangi hutang, jika merasa beban kartu kredit terlalu besar, maka Kita berdua harus berupaya menguranginya.

Membuat peta sumber penghasilan dan pengeluaran.

Catatlah jumlah penghasilan, dari mana sumber penghasilan itu. Setelah itu catat berapa jumlah pengeluaran rutin dan untuk apa saja pengeluaran tersebut, berapa sisanya. Dari sisa inilah yang bisa digunakan untuk investasi. Tentu prakteknya tidak mudah. Tapi komitment kuat bisa membantu upaya untuk itu semua. Kalau perlu Kita bertanggung jawab melakukan upaya penghematan pengeluaran dan menambah penghasilan. Penghematan bukan harus meniadakan konsumsi semata, karena bisa saja dengan mengurangi konsumsi.
Membuat peta sumber penghasilan dan pengeluaran mempunyai artikulasi Cek and Balance, sehingga masing-masing saling mengendalikan pengeluaran rumah tangga. Sisanya gunakan untuk investasi jangka pendek, atau investasi hari tua.

Sepakati tujuan keuangan bersama.

Dalam berumah tangga Kita pasti memiliki impian-impian yang ingin kita wujudkan. Misalnya memiliki rumah, membeli mobil, liburan, meneruskan sekolah yang lebih tinggi, melengkapi kebutuhan perabotan rumah tangga dan lain sebagainya.
Dengan menyepakati tujuan bersama maka Kita bertanggung jawab untuk mewujudkannya. Yang paling lebih menyenangkan dalam hal ini tentu Kita berdua bisa saling memotivasi.

Tanggungjawab tugas yang adil.

Tanggungjawab tugas yang adail dalam keluarga bukan mutlak menjadi satu orang pribadi, justru kebersamaan akan lebih membantu penyelesaian masalah. Setelah pendapatan, pengeluaran, dan tujuan keuangan dijadikan satu, tinggal menentukan penanggung jawab terhadap siapa yang bertugas untuk membayar apa. Apakah membayar tagihan-tagihan, membayar premi asuransi, membayar tabungan rutin Kita, atau membayar belanja rumah tanggal lainnya.
Kebiasaan di negeri kita, istrilah yang bertanggung jawab untuk mengurus masalah-masalah ini, namun sebaiknya suami harus berpartisipasi aktif dalam menentukan anggarannya, mengontrol beberapa pos pengeluaran yang penting. Kebersamaan yang terbuka akan mengurangi kesalahan dan bisa lebih cepat terdeteksi. sehinggga langkah-langkah perbaikannya dapat segera dilakukan.

Hindari hal yang tidak halal.

Biasanya hal yang tidak halal akan memicu hal yang tidak kita inginkan, ini menurut orang tua kita ”Carilah uang yang Halal, agar dapat menjadi daging” kira-kira begitulah kalimat rata-rata orang tua kita. Karena dari rejeki yang halal akan mendapatkan barokah yang baik untuk kita dan keturunan kita, sehingga hidup kita akan nyaman. Insyaallah ......... Coi ............


Disadur dari berbagai sumber
thipluks@yahoo.com"

Tidak ada komentar:

albaso.blogspot.com

Sedikit berbagi dan bercekerama, tidak ada maksud mendiskreditkan siapapun. Dengan tulus saya mohon maaf, jika ada kalimat yang dapat menyinggung pembaca.

Hormat saya
albaso

INDONESIA JAYA

INDONESIA JAYA
Indonesian Flag